SAAT USIA SENJA

TETAP SEHAT

Tetap sehat di usia tua atau yang lebih dikenal healthy aging boleh jadi merupakan idaman semua orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan healthy aging sebagai proses pengembangan dan mempertahankan kemampuan fungsional atau kesehatan fisik, sosial dan mental yang dapat membuat tetap sejahtera di usia yang lebih tua agar dapat meningkatkan kualitas hidup.

 

Di Indonesia, persentase penduduk lansia angkanya terus meningkat. Diproyeksikan, populasi penduduk lansia akan mencapai hampir seperlima dari total penduduk Indonesia pada 2045.

 

Namun, Medical & Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition Indonesia, Dr dr Ray Basrowi, MKK, mengungkapkan penyakit tidak menular (PTM) meningkat dan menjadi masalah utama para prasenior (dewasa) dan senior.

 

Dari berbagai literatur dan publikasi dari pemerintah, LSM, universitas dan lembaga penelitian independen menyebutkan angka kematian dan angka kesakitan sekitar dua pertiga dari senior dan prasenior di Indonesia akibat berbagai penyakit tidak menular (PTM) terutama yang berkaitan dengan kardiovaskuler seperi hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

 

Menurut Ray, komponen ini meningkat risikonya akibat pola hidup yang tidak sehat. Salah satunya pola konsumsi tinggi kalori dan tinggi gula. Sejak masih usia dewasa muda, orang Indonesia kerap mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori dan gula.

Kendati begitu, "Penyakit ini bisa dicegah kalau pola hidup dan pola makan sudah diperbaiki di awal sebelum memasuki lansia,'' ujar Ray.

 

Para ahli juga mengidentifikasi delapan sindrom yang biasanya diderita oleh orang yang menua secara normal, tapi karena kondisi pola hidup dan kondisi komorbiditas tinggi termasuk jantung dan lainnya, sehingga kondisi penyakit tadi menjadi lebih berat.

Penyakit tidak menular menjadi masalah utama orang dewasa dan lansia.

"Karena kalau orang menua secara normal, kondisi ini tidak akan memperparah, dianggap fisiologis secara normal. Sehingga itu sebabnya banyak orang tua yang datang ke dokter umum, datang bukan dengan stroke, diabetes tapi datang dengan gangguan kencing, gangguan penglihatan dan pendengaran. Ini adalah gejala lanjut diabetes," lanjut Ray.

 

Mereka juga datang dalam kondisi sudah tidak bisa bergerak atau dengan tingkat imunitas rendah. Bagi orang tua yang menua secara normal, ini akan dianggap sebagai penyakit gejala umum, namun kalau diperiksa ternyata disebabkan oleh penyakit tidak menular. Itu sebabnya pada saat melakukan penelitian tersebut, para ahli sepakat orang Indonesia tidak baik dalam pencegahan, tapi datang dengan keluhan dan akarnya adalah penyakit tidak menular.

 

“Biasanya karena datang dengan kondisi yang sudah seperti ini, akibatnya penyakit tersebut sudah dalam keadaan yang sedikit lebih berat, sehingga harus dilakukan treatment, bukan lagi kuratif dan rehabilitatif, bukan lagi preventif. Artinya kalau tindakan kuratif dan rehabilitatif, tindakan untuk memperbaiki kondisi-kondisi ini, biayanya biasanya akan lebih besar dan ini membuat BPJS bocor besar-besaran,” paparnya.

 

Kalori tinggi

 

Dari hasil penelitian juga diketahui ternyata penyebab utama tingginya penyakit tidak menular itu karena asupan energi atau kalori yang tinggi terutama dari makanan proses, nasi, serta ditambah dengan makanan tinggi lemak jenuh.

 

Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah dan sayur terbilang rendah. Padahal, asupan buah dan sayur yang merupakan sumber serat, pada bayi dapat membuat lemak darah menjadi lebih rendah (LDL, trigelserida, dan kolesterol total). ''Namun karena usia senior Indonesia jelek makan buah dan sayur, maka lemak darah menjadi lebih tinggi. Lemak darah yang tinggi maka membuat risiko PTM jadi lebih tinggi, ditambah dengan banyaknya minuman-minuman kekinian,'' kata Ray.

Salah satu masalah para lansia di Indonesia adalah asupan karbohidrat dan kalori yang tinggi. Medical & Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition Indonesia, Dr dr Ray Basrowi, MKK, mengungkapkan orang hidup itu idealnya berusaha meningkatkan aktivitas yang mengeluarkan energi supaya kalorinya tidak tertumpuk. Caranya dengan aktivitas fisik, bukan dengan membatasi makan. “Makan itu sebenarnya tidak usah dibatasi kalau aktivitas fisik kita baik, jadi energi yang dikeluarkan lebih banyak sehingga tidak tertumpuk,” ujarnya.

 

Namun, lanjutnya, dengan pola hidup yang makin santai, keinginan itu kian susah terwujud. Maka, WHO dan Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan bagi mereka yang aktivitas fisik tidak bisa memadai dan teratur adalah mengatur pola makan.

 

Ray mengatakan  nutrisi yang harus dipenuhi untuk lansia sesuai dengan rekomendasi pemerintah yaitu konsep isi piringku. Konsep ini sudah direkomendasikan pemerintah berdasarkan kajian yang mendalam dan rekomendasi dari berbagai tenaga ahli. “Masih sangat relevan, tetapi memang harus disesuaikan lagi,” ujarnya.

 

Apa saja langkah-langkahnya?

Pertama, lakukan pembatasan asupan karbodhirat karena karbohidrat yang lebih gampang habis. “Tanpa aktivitas fisik pun, karbohidrat dan zat gizi lain akan habis dari metabolisme basal (dari detak jantung, penafasan yang membutuhkan energi yang banyak dari makanan),” ungkapnya.

 

Ia menganjurkan pada prasenior yang mulai memasuki usia 40 tahun sebaiknya asupan kabodihrat sudah harus diatur bukan dibatasi. “Kalau mengikuti terminologi Kemenkes, tidak dibatasi dan dikurangi, tapi diatur, kalau aktivitas fisik baik, makan seperti biasanya 2.000 kkal setiap hari dengan 55 sampai 60 persen dari kabohidrat. Selebihnya dari protein dan lemak juga zat gizi mikro,” paparnya.

 

Tapi, lanjutnya, kalau aktivitas fisik tidak bagus, maka karbohidrat dikurangi. Menurutnya sumber kabohidrat yang gampang masuk terutama dari nasi putih harus dikurangi sedikit. Mengapa? Kalau asupannya tetap tapi aktivitas kurang, akan menumpuk dan ditumpuk dikonversi menjadi lemak. Kemudian lemak berubah menjadi lemak darah. “Kalau lemak darah makin banyak dia akan mengerubungi organ-organ, jika lemak darah tinggi, LDL makin tinggi nah itu yang membuat risiko kardiovaskuler makin tinggi,” tambahnya.

Pola Makan dan Aktivitas Sesuai Usia

ALEX GREEN/PEXELS

FREEPIK

FREEPIK

top

Selain itu, akibat dari pola makan tidak berubah dan secara fisiologis jadi malas bergerak, maka berat badannya otomatis menjadi berlebih. Prevalensi angka kelebihan berat badan di Indonesia antara 28 sampai 35 persen, artinya Indonesia menjadi negara yang semakin 'berat'. Para orang tua Indonesia berubah wujud menjadi orang tua yang kelebihan berat badan bahkan obesitas. Ini merupakan risiko yang sangat tinggi meningkatkan diabetes dan penyakit kardiovaskuler.

 

Menurut Ray, ketika berkonsultasi ke dokter, biasanya ditemukan pola konsumsi zat gizi makro, tinggi karbohidrat dengan banyak nasi, namun asupan protein terutama hewani kurang. Padahal, protein penting untuk massa otot dan mobilitas. Belum lagi asupan lemak juga tinggi dan asupan serat, vitamin, dan mineral masih rendah.

 

''Ini kompleks. Begitu menua, mobilitas menjadi semakin rendah, malas bergerak, obesitas, lebih lemah, akibatnya mobilitas orang-orang senior dan prasenior Indonesia menghadapi empat kondisi ini, yaitu artritis (encok/sendi), penyakit tulang, osteoporises masalah otot atau otot melemah karena kurang bergerak dan asupan protein dan penyakit saraf,'' ujar Ray.

 

Akibatnya bisa ditebak, kondisi tubuh dan penyakit yang diderita para lansia pun semakin berat. ''Ini juga terjadi seperti lingkaran setan, usia makin menurun, fisiologis semakin menurun, makin malas bergerak. Giliran mau gerak, sudah tidak bisa bergerak dengan baik, karena isu mobilitas dan isu obesitas dan kelebihan berat badan akibat aktivitas fisik jelek. Biar aktivitas fisik jelek tapi makan terus tinggi karbohidat akibatnya kalori di badan tertumpuk menjadi obesitas, itu terjadi mulai usia prasenior,'' kata Ray.

FREEPIK

FREEPIK

Usia 39-40 tahun

Umumnya mobilitas masih tinggi dan tidak membatasi pola makan kecuali bagi mereka yang mengalami masalah berat badan.

Usia 40 tahun atau dewasa muda

Mulai membatasi karbohidrat. Secara medis 40 sampai 45 tahun usia awas, di mana fisiologis manusia mulai menurun,

Usia 40-45 tahun

Ini merupakan masa transisi di mana sistem imunitas sudah mulai lebih awas, pola pergerakan menjadi lebih berkurang, metabolisme tubuh menjadi semakin rendah. Kalau metabolisme rendah, otomatis lebih banyak makanan tidak terserap tubuh dan tidak akan terbakar. “Jadi asupannya adalah mulai 40 sampai 45 tahun mulai dikurangi,'' kata Dr dr Ray Basrowi, MKK.

Usia 45-54 tahun

Kelompok usia ini rentan terhadap penyakit hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, ginjal akibat konsumsi makanan yang tidak seimbang. Ditambah risiko kelebihan berat badan dan obesitas akibat kurang olahraga, pola makan kalori tinggi dan merokok.

Untuk itulah asupan karbohidrat sudah wajib dikurangi kalau aktivitas fisik tidak ditingkatkan. Sayangnya, usia 45 tahun ke atas biasanya sudah mulai sakit lutut, sudah mulai malas bergerak, lebih banyak senang duduk, kalau makan berubah, otomatis asupan nutrisi akan terendap menjadi lemak. Maka, usia 45 tahun ke atas wajib atur makan.

Perhatikan ‘Isi Piring’